0202/2010 7:00:00. Pidato Menkeu Mengenai Pertanggunganjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2008 Dihadapan Pimpinan dan Para Anggota DPR-RI. Jakarta, 02/02/10 (Fiscal News) - Saudara Pimpinan dan Para Anggota DPR-RI yang terhormat, Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua Pertama-tama, marilah atApril 24, 2016. Naskah pidato tentang korupsi - Melihat semakin banyaknya tindak kejahatan korupsi khususunya di negara kita tentunya kita sebagai generasi muda harus terus menggalakkan anti korupsi sejak dini. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pidato yang mengambil tema terkait bahaya korupsi dan dosa-dosa yang disebabkannya. Indonesian) Korupsi, Karat Penggerogot Besi Pembangunan (Indonesian) Tutup Hakordia 2021, Wapres Tekankan Sinergi dan Kolaborasi Seluruh Komponen Bangsa dalam Berantas Korupsi (Indonesian) Rayakan Kemerdekaan di Tengah Krisis dengan Meneladani Perjuangan Pendiri Bangsa (Indonesian) Wapres Menutup Hari Anti Korupsi Sedunia 2017 (Indonesian Vay Tiền Online Chuyển Khoản Ngay. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. A. Pengertian Korupsi Korupsi merupakan perilaku yang sudah membudaya dan fenomena korupsi umum dijumpai di masyarakat. Korupsi pada prinsipnya merupakan perbuatan yang secara umum dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Dalam upaya memperoleh keuntungan inilah cenderung dipergunakan cara-cara yang kurang baik, misalnya dengan melakukan penyuapan, pemerasan, gratifikasi dan lain Widhiyaastuti & Ariawan 2017- 2018. B. Pendidikan Anti Korupsi Pendidikan merupakan salah satu agen sosialisasi yang berperan dalam penanaman nilai anti korupsi yang kemudian terwujud dalam sikap dan perilaku seseorang. Usaha untuk melakukan konstruksi atas nilai anti korupsi, salah satunya tepat dilakukan melalui pendidikan dalam bentuk pelatihan. Proses penyadaran melalui berbagai aktivitas dalam pelatihan anti korupsi akan membentuk nilai baru yaitu anti korupsi dan terinternalisasi pada setiap partisipan pelatihan. Oleh karena itu, Pendidikan anti korupsi nampaknya perlu secara struktural direalisasi dan menjadi salah satu syarat yang perlu dialami oleh mahasiswa di perguruan tinggi atau siswa di sekolah menengah atas sehingga gerakan preventif ini dapat membentuk sikap anti korupsi pada kaum muda. Pelatihan anti korupsi sebagai kegiatan preventif bisa pula dilakukan bagi masyarakat melalui Lembaga atau komunitas. Proses ini akan memperkuat penanaman nilai anti korupsi sebagai salah satu nilai di masyarakat. Proses penanaman nilai anti korupsi merupakan tindak preventif dalam proses sosialisasi. Meminjam pemikiran Bronfenbrenner tentang peran bioecologis dalam perkembangan manusia Bronfenbrenner 2005 maka usaha penanaman nilai anti korupsi secara efektif sebaiknya melibatkan tataran dari sistem mikro, sistem messo hingga sistem Pentingnya Pendidikan Anti KorupsiPendidikan anti korupsi dipandang penting dengan beberapa pendekatan diantaranya pendekatan pengacara, pendekatan bisnis, pendekatan pasar atau ekonomi dan pendekatan budaya. Dalam pendidikan, pendekatan budaya dipandang tepat karena membangun dan memperkuat sikap anti korupsi individu melalui pendidikan dengan berbagai cara dan bentuk. Pendekatan ini cenderung membutuhkan waktu yang lama untuk melihat keberhasilannya, namun hasil akan berdampak terlihat dalm jangka panjang Puspito dkk. 2011. Mahasiswa sebagai generasi muda merupakan salah satu agen perubahan yang dapat berperan dalam mereduksi korupsi melalui Pendidikan anti korupsi. Menurut Widhiyaastuti & Ariawan 2017-2018, pendidikan anti koruptif tidak dirancang untuk memberantas korupsi tapi mencegah dengan jalan melatih orang untuk memiliki kesadaran untuk berperilaku anti koruptif. Pendidikan anti koruptif tidak akan memiliki daya guna jika karakter yang terbentuk masih bukan karakter anti koruptif. Pembentukan karakter anti koruptif yang dilakukan melalui pendidikan anti koruptif akan mempertajam dan mengasah idealisme dan integritas yang dimiliki oleh generasi muda dalam memandang korupsi sebagai perbuatan melawan hukum yang harus segera dicegah, ditanggulangi dan diberantas. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi meningkatnya kasus korupsi di kalangan mahasiswa, salah satunya dilakukan oleh Widhiyaastuti dan Ariawan 2018 ditemukan bahwa generasi muda menyadari bahwa korupsi di Indonesia sudah sangat kritis dan merupakan perbuatan yang melawan hukum serta merugikan. Namun saat diminta mengembangkan perilaku anti koruptif masih belum siap seperti tidak menyontek dan tidak datang terlambat, tidak menggelapkan uang orangtua. D. Penutup 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya Monday, 16 August 2021 - 2105 Pada hari ini Presiden Joko Widodo membacakan pidato kenegaraan dalam rangka perayaan kemerdekaan Indonesia ke-76 di gedung DPR. Dari sekian banyak halaman pidato kenegaraan itu, terdapat satu isu krusial, yakni hilangnya pembahasan terkait pemberantasan korupsi. Tentu ini mengindikasikan bahwa pemerintah kian mengesampingkan komitmennya untuk memerangi kejahatan korupsi. Melihat situasi terkini, sulit untuk tidak mengatakan bahwa masa depan pemberantasan korupsi semakin mengkhawatirkan. Betapa tidak, merujuk pada Indeks Persepsi Korupsi Transparency International, peringkat dan IPK Indonesia justru semakin memburuk, dari angka 40 pada 2019, menjadi angka 37 pada 2020. Hal ini telah menggambarkan secara gamblang kekeliruan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi. Alih-alih memperkuat, yang terjadi justru sebaliknya, pemerintah menjadi salah satu dalang di balik melemahnya agenda pemberantasan korupsi. Selama kurun waktu satu tahun terakhir, masyarakat dapat dengan mudah mengidentifikasi serangkaian kebijakan pemerintah yang bertolak belakang dengan agenda pemberantasan korupsi. Tak hanya itu, pemerintah juga bisa dipandang gagal dalam menangani pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama satu setengah tahun ke belakang. Untuk itu, Indonesia Corruption Watch menggarisbawahi empat hal pokok dari pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo Pertama, pemerintah minim dalam menuntaskan tunggakan legislasi yang mendukung penguatan pemberantasan korupsi. Mulai dari Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, hingga Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terbengkalai begitu saja. Tidak hanya itu, Revisi Undang-Undang KPK yang dianggap pemerintah akan memperkuat lembaga antirasuah juga terbukti semakin mendegradasi performa KPK. Kedua, pemerintah abai dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum. Penting untuk diingat bahwa secara hirarki administrasi, Presiden menjadi atasan dari seluruh penegak hukum, baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK. Namun, sayangnya, Presiden seringkali absen dalam merespon sejumlah permasalahan yang terjadi. Misalnya, penanganan perkara yang penuh dengan konflik kepentingan di Kejaksaan Agung, menurunnya kinerja penindakan perkara korupsi di Kepolisian, dan serangkaian kontroversi kebijakan komisioner KPK. Ketiga, pemerintah gagal dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Poin ini merujuk pada fenomena rangkap jabatan yang makin marak terjadi belakangan waktu terakhir. Data Ombudsman RI pada tahun 2019 menyebutkan setidaknya ada 397 Komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan. Padahal, berbagai regulasi, salah satunya Undang-Undang Pelayanan Publik secara jelas telah melarang praktik tersebut. Hal ini diperparah dengan pengangkatan mantan terpidana kasus korupsi pada jajaran komisaris anak perusahaan BUMN yaitu, Emir Moeis. Keempat, pemerintah gagal dalam mengelola penanganan dan pemulihan pandemi Corona Virus Disease Covid-19. Terlepas dari isu kesehatan dan ekonomi, ada sejumlah persoalan yang menyeruak ke tengah masyarakat. Mulai dari praktik korupsi bantuan sosial yang menjerat mantan Menteri Sosial, rencana vaksin berbayar, konflik kepentingan pejabat publik terkait obat Ivermectin, dan terakhir menyangkut kebijakan penetapan tarif pemeriksaan PCR yang sepatutnya ditinjau ulang termasuk aksesnya bagi masyarakat dengan kelas ekonomi lemah. Meskipun mulai ada perbaikan kondisi seperti penurunan bed occupancy ratio BOR pada fasilitas kesehatan, tetapi Indonesia pernah mencatat angka kematian harian tertinggi di dunia akibat Covid-19, yang mencapai kasus pada 22 Juli 2021. Dengan berbagai permasalahan di atas lalu dikaitkan dengan pidato kenegaraan Presiden, menjadi wajar jika masyarakat kemudian mempertanyakan ulang keseriusan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. BAGIKAN Wednesday, 18 August 2010 - 0000 Dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2010 di Gedung DPR, Presiden Yudhoyono kembali menegaskan komitmen pemberantasan korupsi sebagai prioritas dalam era yang disebutnya reformasi gelombang kedua. Ditegaskan, ini merupakan kelanjutan dari reformasi gelombang pertama 1998-2008 yang telah berhasil dilewati melalui program antikorupsi yang telah dilakukan secara sistemik, berkesinambungan, mulai dari atas, dan tanpa pandang bulu, dengan berbagai rintahan dan resistensi. Komitmen baru Presiden tersebut ditegaskan ingin jauh lebih efektif dalam membasmi segala bentuk praktik korupsi dari lingkungan birokrasi negara, termasuk praktik kolusi antara pejabat negara dan pengusaha. Disinggung pula pentingnya agenda pemberantasan mafia hukum sebagai landasan mewujudkan konsep keadilan untuk semua. Kita belum tahu sejauh mana wibawa pidato Presiden itu bisa meyakinkan publik terhadap agenda pemberantasan korupsi yang dalam setahun pertama pemerintahannya tidak cukup membangun optimisme publik, menyusul mencuatnya kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan, rekening gendut jajaran perwira tinggi Polri, mafia hukum, mafia pajak, dan seterusnya. Kita juga belum tahu sejauh mana pidato Presiden itu bisa membangkitkan semangat jajaran aparat pemerintah untuk menggenjot indeks persepsi korupsi dari skor 2,8 mencapai 5,0 atau setara dengan Malaysia saat ini, seperti dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014. Untuk sementara waktu barangkali kita harus memandang pidato itu sebagai sebuah peneguhan janji politik baru, boleh percaya boleh tidak, meskipun ini bukan pidato yang pertama kalinya soal antikorupsi. Tak seindah realisasi Yang kita khawatirkan, janji politik itu jauh lebih indah dalam bentuk pidatonya ketimbang realisasinya. Sampai saat ini barangkali tidak berlebihan kalau Presiden Yudhoyono yang memiliki dukungan politik mayoritas belum menunjukkan kepemimpinan dan visi yang kuat untuk menggerakkan seluruh perangkat pemerintahan, terutama kejaksaan dan kepolisian, menjadi sarana perang melawan korupsi yang efektif. Presiden sepertinya menghindari konflik untuk membersihkan birokrasi kita dari pejabat-pejabat kotor, sebagai bagian penting dari reformasi birokrasi selain penyederhanaan kelembagaan dan sistem merit. Bahkan belakangan mulai diadili korupsi yang melibatkan mantan anggota kabinetnya, padahal kita masih ingat janji Yudhoyono yang bertekad memulai pemberantasan korupsi dari lingkungan istana. Persoalan itu harus diuji betul untuk melanjutkan reformasi birokrasi, dengan menempatkan pegawai negeri sebagai agen perubahan, untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih responsif, transparan dan akuntabel good governance. Akhiri persekongkolan? Ada yang menarik dari pidato Presiden kali ini, yaitu disinggung persoalan kolusi antara pejabat dan pengusaha, yang sudah dibangun sejak era pemerintahan Soeharto dan melahirkan penguasaan sumber daya ekonomi pada segelintir orang, dan kini mereka sedang mencari pola hubungan yang baru yang sesuai dalam situasi fragmentasi kekuasaan politik pascaera demokratisasi. Ini merupakan isu strategis dalam pemberantasan korupsi, yang boleh kita katakan sebagai mother of corruption di Tanah Air, meskipun bukan fenomena Indonesia saja. Tidak hanya penguasaan sumber daya ekonomi, persekongkolan elite itu juga pengaruhnya luar biasa dalam mendistorsi penegakan hukum dan demokratisasi yang partisipatif. Dari sini kita bisa memahami bagaimana program pembangunan mass rapid transportation MRT sulit direalisasikan, masalah korban lumpur Lapindo terkatung-katung, kredit perbankan publik dikuasai korporasi besar, bahan bakar gas diekspor ketimbang dipakai oleh PLN, dan seterusnya. Realisasi dari gagasan ini barangkali akan ditentukan oleh sejauh mana para pejabat atau politikus kita berhasil keluar dari masalah pendanaan politik, yang seperti diungkapkan Marcus Mieztner 2007, pada pascareformasi masih berasal dari sumber-sumber korupsi dan dana publik. Lihat fenomena tekanan terhadap dana publik dalam pilkada yang marak belakangan ini. Kita berharap-harap cemas masalah ini bisa jadi perhatian serius Presiden. Sebab, seperti kata ahli, hambatan utama pemberantasan korupsi di Tanah Air selama ini sesungguhnya permasalahan politik dan tidak ada solusi teknis untuk masalah ini. Teten Masduki Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Tulisan ini disalin dari Kompas, Rabu, 18 Agustus 2010 0305 WIBunduh di sini analisa pidato SBY dalam format image *.JPG BAGIKAN

pidato tentang anti korupsi